Saturday, November 26, 2011

Dzikir Qolbi Mengantar Kepada Allah

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi

Dalam kitab Tanwirul Qulub, Syaikh Muhammad
Amin Al-Kurdi, pengarangnya, memberikan sejumlah
petunjuk tentang cara melakukan dzikr qalbi.


Perkembangan tasawuf meng-alami pasang surut hing-ga sekarang. Pada akhir abad ke-19, ketika tasawuf mengalami masa surut, di dunia sufi masih muncul seorang tokoh sufi yang cemerlang. Yaitu Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi An-Naqsyabandi dari Irbil, Irak. Pencantuman Al-Naqsyabandi pada namanya merupakan pertanda bahwa ia pengikut Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus keturunan pendiri langsung terekat Syalh An-Naqsyabandi Baha'uddin Muhammad bin Muhammad Al- Uwaisy Al-Bukhari.
Syaikh Muhammad Amin menyebut-nyebut bahwa jalur spiritualnya adalah seorang alim dari India, yaitu Ahmad Al-Faruqi As-Sirhindi, yang mendapat gelar Mujadiddul Fathani, dan putranya, yaitu Muhammad Ma'shum, hingga ke atas ke-pada Syaikh Naqsyabandi, Salman Al-Farisi (sahabat Nabi SAW), Abu Bakar, sampai kepada Nabi, Jibrii, dan terakhir Allah SWT.
Para pengikut dan orang zaman sekarang mengenal dirinya dari karyanya yang berjudul Tanwirul Qulub, yang di-sunting, dengan disertai biografi, oieh penggantinya, Syaikh Salama Al-Azzami dari Al-Azhar (edisi keenam, Kairo, 1348 H/1929 M).

Dalam buku itu, sang penulis biografi menuturkan berbagai kisah karamah dari sang guru. Seperti, saat sang guru, Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, makan bersa-mamurid-muridnya, meski dengan sedikit roti, anehnya makanan itu memadai bagi mereka semua. Bahkan roti itu masih tersisa.

Dalam kisah lain diceritakan, seorang pesaing Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi, yang diangkat sebagai imam masjid tertentu, jatuh terkulai pada malam pengangkatan, dan tidak pernah sembuh. Sementara Syaikh dikenal sebagai orang yang mampu menyembuh penyakit-penyakit yang divonis dokter tidak bisa disembuhkan.

Pernah, kala Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi berada di Kairo, Mesir, para pengikutnya di Makkah melihat sosok (ruh)-nya. la sering meramalkan dengan tepat kejadian-kejadian yang akan datang. Selama hari-hari terakhir dalam hi-dupnya, ia tak pernah terlihat tanpa selubung hangat cahaya gemerlapan yang menyilaukan bagi yang memandangnya.
Tanwirul Qulub diawali dengan se-buah tinjauan tentang asas-asas theologi dan yurisprudensi Islam. Sebuah buku tasawuf klasik yang memang harus ada, untuk menangkis tuduhan pada uraian tasawuf yang menyimpang dari risalah syariat. Bagian ketiga, halaman 404-565, tentang tasawuf, agak global dan banyak mengutip para pendahulunya.
Salah satu bagian kitab Tanwirul Qulub yang dipandang unik oleh peneliti sufi dari Inggris, A.J. Arberry, dalam buku Pasang-Surut Aliran Tasawuf, adalah bahwa di dalamnya pengarang memberikan sejumlah petunjuk tentang cara melakukan dzikr qalbi (zikir hati).

Dzikir ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama, dzikir dengan nama Allah; ke-dua, dengan LA ILAHA ILLALLAH puncaknya ILLALLAH. Keseluruhan ini merupakan bagian pertama pengakuan keimanan seorang muslim, syahadat: La ilaha Wallah (Tidak ada Tuhan selain Allah).

Sebelas Persiapan
Dzikir Qolbi Ini terdiri dari sebelas praktek persiap¬an (adab). Yakni,
satu, berwudhu.
Dua shalat dua rakaat.
Tiga, menghadap kiblat (Makkah) di tempat sunyi.
Empat, duduk dengan kaki terlipat, seperti kala shalat.
Lima, meminta pengampunan bagi segala dosa sambil menggambarkan semua perbuatan keji seakan-akan semua itu ber-ada di hadapan kita, dan dilihat oleh Allah
Enam, membaca surah Al-Fatihah se-kali dan Al-lkhlash tiga kali, dan dihadiahkan kepada ruh Muhammad dan ruh-ruh semua guru Naqsyabandi.
Tujuh, memejamkan kedua mata Mulut tertutup rapat, lidah ditekan ke la-ngit-langit mulut, untuk menyempurna-kan sikap tawadhu', dan mengusir semua gangguan yang datang.
Delapan, melakukan "praktek kubur" yaitu berkhayal seolah-olah telah mati' telah dimandikan, terbungkus kain kafan, dan dibaringkan di dasar liang lahat, dan para pengantar telah beranjak, sedang ia sendirian menghadapi "pengadilan", yaitu prosesi "pertanyaan dan siksa kubur".
Sembilan, melakukan "praktek tuntunan" (tawasul). Bila hati si taubat (taib) menghadap hati gurunya, dengan mem-bayangkannya walau dia telah tiada, dan mengharapkan berkat sang guru, se-olah-olah hati ini luruh (fana) ke dalam dirinya.
Sepuluh, memusatkan segenap indra jasmani, membuang dorongan hati yang cenderung melawan, dan mengarahkan segenap persepsi kepada Allah. "Ya Allah, Engkaulah Tamuku, dan keridhaan-Mu-lah yang kudambakan." Lalu mencamkan nama Allah dalam hati, dengan memba-yangkan bahwa Allah hadir dan meng-awasi kita (gejala pertama batiniah).
Sebelas, memejamkan mata, me-nunggu "kunjungan" (warid, yakni gejala kedua batiniah) dzikir, yang berlangsung sejenak sebelum membuka mata.

Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi menyertakan sebuah gambaran ringkas tentang simbol-simbol di dalam tubuh.
Qalb bentuknya mirip pohon cemara. Berada di bawah kaki (yaitu, kendali agama") Adam, berwarna kuning.
Ruh (ruh, jiwa), berada di bawah kaki Nuh dan Ibrahim, wamanya merah.
Sirr (kata hati, nurani), berada di bawah telapak kaki Musa, dan berwarna putih.
Khafi (lubuk tersembunyi), berada di oawah telapak kaki Isa, dan berwarna hitam.
Akhfah (lubuk paling dalam), berada ? Tengah-tengah dada, di bawah telapak kaki Muhammad, dan berwarna hijau.
Setelah menerangkan hal ini, Syaikh Muhammad Amin memberi petunjuk pentang cara menafakuri dzikr LAA ILAAHA ILLALLAH

Teserap Tarikan Hakikat Ilahi
Usahakan agar lidah menekan kuat-kuat langit-langit mulut. Setelah menatik nafas yang dalam tahanlah, mulailah dengan kata LA, seakan akan kita memasuki dari bawah pusar. Biarkan ia merasuk kesepanjang organ-organ yang telah disebutkan diatas, dan terakhir angkatlah ia menuju “jiwa rasional” 9an-nafsul an natiqah) yang ebrada dibelahan pertama otak .
Ikutilah hal ini dengan membentuk huruf Hamzah dari Ilaha (dalam khayalan) dari otak, lalu biarkanlah turun hingga berakhir pada tulang belikat kanan, allu tarik ke bawah menuju ruh. Lantas bayangkanlah bahwa kita seolah-olah sedang emngambil huruf hamzah dari kata ILLALLAH dari tulang belikat.
Biarkanlah ia meliuncur kebawah sepanjang tepi dari tengah dada dan berakhir di latifah qolb. Yang terbayang di Qolb adalah Denyutan kalimat keagungan, dengan segenap tekanan nafas pada ulu hati hingga panas terasa disekujur tubuh. Panas ini akan membakar butiran-butiran yang baik akan tersinari oleh cahaya keagungan.
Proses ini harus diulang-ulang sebanyak dua puluh satu kali secara sadar dengan emmperhatikan dan merenungkan kalimat yang ditafakuri.
Dipenghujung penyerahannya akan mengalami rahasia dari zikir qolbi. Disini dia akan kehilangan kesadarannya sebagai seorang manusia dan sebagai ciptaan dan akan terserap oleh tarikan hakikat ilahi.

Demikian sekilas Dzikkir qolb yang dituliskan oleh syeikh Muhammad Amin Kurdi didalam kitab Tanwirul Qulub.

Sumber: Al Kisah

Al Hikam : Sembahyang yang mensucikan Hati

Sembahyang apabila betul-betul kita mendirikannya, maka hakikat
sembahyang itu akan timbul nyata bagi yang mengerjakannya. Bagaimana hakikat-hakikat sembahyang yang betul-betul dikerjakan itu? Maka yang mulia Imam Ibnu Athaillah Askandary berkata dalam Kalam Hikmahnya sebagai berikut:

"Sembahyang mensucikan buat semua hati manusia dari segala kotoran-kotoran dosa, dan membukakan baginya segala pintu yang ghaib (tersembunyi)."

Kejelasan dari Kalam Hikmah di atas adalah sebagai berikut:

I. Bahwa hakikat sembahyang itu apabila dikerjakan dengan betul, baik dan sempurna, maka sembahyang itu akan mensucikan hati kita dari segala macam kotoran, dan akan mensucikan pula dari segala sifat yang menjauhkan hati dari melihat Allah s.w.t. dengan segala kebesaranNya.
Betapa tidak, sebab Rasulullah s.a.w. telah bersabda dalam Hadis riwayat Muslim sebagai berikut:

"Perumpamaan shalat yang lima itu laksana sebuah sungai yang tawar airnya, di mana sungai itu meluap-meluap di pintu salah seorang yang mandi didalammnya tiap-tiap hari sebanyak lima kali. Apakah pendapatmu tentang orang tersebut? Apakah masih ada daki-daki di badannya? Mereka menjawab:
Tidak ada sesuatupun (ya Rasulullah). Sabda Rasulullah s.a.w. : Sesungguhnya
shalat yang lima itu dapat menghilangkan dosa-dosa sebagaimana air yang
dapat menghilangkan segala kotoran."

Hadis ini menggambarkan dengan sembahyang yang dikerjakan dengan sebaik-baiknya, maka pastilah hati kita suci pula dari segala kotoran-kotorannya. Sebab segala ucapan dan bacaan-bacaan yang kita baca dalam sembahyang tentu sekali mendekatkan hati dan perasaan kita kepada yang Maha Kuasa, yaitu Allah s.w.t. Karena itu pelajarilah dan dalamilah bacaan-bacaan yang kita baca dalam sembahyang terdapat pada setiap gerak perbuatan kita itu. I. Sembahyang juga merupakan kunci pembuka pintu-pintu segala yang ghaib berupa ilmu-ilmu ladunni, yakni ilmu-ilmu yang bersumber dari keimanan dan keyakinan. Ilmu-ilmu itu merupakan rahasia yang datang dari Allah s.w.t.
Jadi apabila segala dosa sudah dapat dibersihkan dengan shalat, maka ia akan
menimbulkan hati yang suci bersih, dan akan terbukalah pintu hati untuk menerima rahasia-rahasia ketuhanan. Sebab hakikat shalat berarti sebagai jalan untuk mendapatkan atau untuk memperoleh ilmu-ilmu makrifat yang terkandung dalam hakikat Tauhid yang laksana laut yang sangat dalam yang tak ada pantainya. Oleh sebab itulah dalam satu Hadis dimana Imam Ghazali telah menuliskan dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, sabda Rasulullah s.a.w. sebagi berikut:

"Tiada sesuatu yang diwajibkan Allah kepada makhlukNya sesudah Tauhid yang lebih menyukakan kepadaNya selain daripada shalat. Andainya jikalau ada sesuatu yang lain (selain shalat), yang lebih menyukakan kepadaNya niscaya para Malaikat telah terlebih dahulu beribadat dengan sesuatu itu. Kepada para Malaikat itu sebagian dari mereka ada yang rukuk saja, sebagian yang lain ada yang sujud saja, dan sebagian yang lain lagi ada yang berdiri saja dan ada yang duduk saja."

Hadis ini terang dan jelas menunjukkan bagaimana mulianya shalat setelah Tauhid di sisi Allah s.w.t. Sebab dalam Hadis ini Rasulullah telah menjelaskan ibadat-ibadat para Malaikat pada umumnya disibukkan dengan sembahyang. Sama ada mereka itu sebagiannya yang pada rupanya rukuk saja, atau sujud saja, atau berdiri saja, atau duduk saja. Tetapi semua perbuatan mereka ini adalah merupakan cara khas dari sembahyangnya para Malaikat Allah s.w.t.

Jadi apabila kita rajin sembahyang, rajin serta tekun dan mengerjakannya dengan sesungguh hati, baik, serius dan sempurna, maka sembahyang adalah jalan untuk menerangkan hati kita dalam menerima ilmu-ilmu pengetahuan. Sebab apabila sembahyang yang demikian yang mana kita tidak pernah lupa mengerjakannya sebagai perintah Allah s.w.t., di samping itu kitapun selalu pula mengerjakan sembahyang-sembahyang sunnat, maka bertambah dekatlah hubungan kita dengan Allah. Dengan bertambah dekatnya hubungan kita kepada Allah, berarti tercapailah maksud dan cita-cita kita dengan kehendak-Nya,
dan dengan kasih sayangNya. Karena itu yakinlah dan jangan ragu-ragu lagi,
bahwa di samping sembahyang itu mempunyai banyak faedahnya sebagai tersebut
di atas, juga ada hikmatnya untuk memudahkan mencapai rezeki-rezeki yang
halal dari Allah s.w.t. Artinya usaha kita dalam mencapai rezeki-rezeki itu
akan dimudahkan Allah dan diberkati oleh-Nya apabila kita rajin
bersembahyang. Yakni biarlah sembahyang yang kita kerjakan itu baik lagi
sempurna, pula dengan terarahnya hati kita kepada Allah s.w.t. Itulah
sebabnya maka Al-Ghazali menukikkan sabda Nabi Muhammad s.a.w. di mana Nabi
telah bersabda sebagai berikut:

"Wahai Abu Hurairah! Perintahkanlah keluarga anda dengan mengerjakan sembahyang, karena bahwasanya Allah akan mendatangkan kepada anda rezekiNya dari (sumber-sumber dan jalan-jalan) di luar dugaan anda."

Hadis ini dan Hadis-Hadis sebelumnya adalah menggambarkan kelebihan sembahyang. Itulah sebabnya maka sebagian Ulama menyamakan antara orang yang sembahyang dengan pedagang. Mereka berkata: "Orang yang mengerjakan shalat adalah umpama saudagar yang tidak memperoleh keuntungan sebelum pokoknya betul-betul bersih dan kembali."

Jadi apabila pokok perdagangan tidak rugi sepeserpun berarti perdagangan itu telah beruntung, apalagi jika memang untung dan labanya terlihat pula dengan nyata. Alangkah bahagianya orang yang sembahyang di mana lahir dan batinnya turut bersembahyang sama menghadap Allah s.w.t. Insya Allah segala faedah dan nikmat di atas akan diperolehnya dengan izin Allah. Itulah kesimpulan yang jelas dan terang dari Kalam Hikmah ini.

Adab Bagi Yang Tersingkapkan Alam Ghaib

www.sufinews.com

"Kadang-kadang Allah Swt memperlihatkan padamu alam Malakutnya yang ghaib, dan (namun) Allah Swt menutup dirimu dari melihat rahasia-rahasia hambaNya."

Diantara kasih sayang Allah Swt pada hamba-hambaNya, terkadang, Allah Swt membuka rahasia-rahasia alam malakut pada si hamba itu, berupa rahasia ilmu pengetahuan dan detail kema’rifatan, sampai nyata betul, bahkan anda pun meraih apa yang tak bisa dibayangkan oleh mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah muncul dalam intuisi sekali pun. Namun pada saat yang sama, Allah Swt, justru menutup rahasia-rahasia yang ada pada hamba-hambaNya, karena rahmat dan cintaNya kepadaMu agar kalian tidak terpedaya oleh pandangan meneliti rahasia para makhlukNya dan hamba-hambaNya. Allah Swt sedang memberikan pelajaran mulia kepadamu dengan cara menghindarkan dirimu memandang rahasia makhluk lain.
“Barang siapa yang dibukakan Allah Swt rahasia-rahasia hambaNya, namun orang itu tidak berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah, maka wujud penglihatan rahasia itu justru akan menjadi fitnah (cobaan) bagi dirinya sendiri, dan menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya cobaan bencana baginya.”

Banyak orang yang dibukakan oleh Allah Swt, tentang rahasia-rahasia hambaNya, namun betapa orang itu malah mendapat cobaan yang serius, hanya karena ia sendiri tidak menerapkan Akhlaq Rahmat Ilahiyah. Diantara cobaan yang muncul adalah tragedi ruhaninya sendiri berupa kesombongan, kekaguman pada diri sendiri, dan memanfaatkan nya untuk kepentingan duniawinya.

Padahal rahasia Allah itu ditampakkan padanya, agar ia menjalankan fungsi Rahmatan Lil’alamin melalui akhlak Rahmat Ilahiyahnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandary.

Orang yang berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah adalah orang yang memiliki keluasan kasih sayang terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala, dan manusia merasakan hamparan kasih sayangnya dan perilaku akhlaknya. Ia telah menjadi bapak bagi mereka. Inilah yang diteladankan Nabi Saw, dalam Al-Qur’an, “Dan ia penuh kasih sayang kepada kaum beriman.” (Q.s. Al-Ahzaab:43)

Sang Nabi Saw, memaafkan orang-orang yang berbuat salah dan dosa, menyayangi dan mengasihi orang miskin, dan menjabat tangan orang-orang yang bodoh serta berbuat baik pada orang-orang yang berbuat buruk.

Sebab sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mu’minin, ra, “Akhlaknya adalah Al-Qur’an”, dan beliau membaca ayat, “Ambillah maaf, dan perintahlah dengan baik, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.s. Al-A’raaf:7).

Orang yang berakhlak demikian, berarti ketersingkapannnya merupakan kemuliaan baginya dan rahmat bagi hamba-hambaNya.

Jika tidak, maka ia akan teruji oleh fitnah dalam dirinya seketika dan di akhirat kelak:
Pertama, ia merasa lebih hebat dan lebih bersih dibanding yang lain dengan kelebihan-kelebihannya.
Kedua, ia telah mempersempit rahmat dan kasih sayang Allah pada hamba-hambaNya.
Ketiga, ia telah menyakiti hamba-hamba Allah dengan membuka rahasia-rahasia kelemahannya, dan inilah awal bencana.
Maka penyair Sufi mengatakan:
Tebarlah kasih sayang, wahai anakku
Pada semuanya, dan lihatlah
Pada mereka dengan mata kinasih yang lembut
Hormati yang tua, kasihi yang muda
Jagalah hak akhlak pada setiap makhluk.

Sufi Road : Tabaruk (3)

Syafaat, Tawasul, dan Tabaruk
Syeikh Muhammad Hisyam Kabbani

Melanjutkan kisah-kisah dari sahabat dan Rasulullah yang mengajarkan dan membolehkan tabaruk dengan benda-benda peninggalan Rasulullah. ini adalah dasar bagi kita untuk juga mengambil berkah dengan para wali-wali Allah dan orang-orang soleh.
Berikut adalah tabaruk dengan Tempat Salat Nabi saw, tabaruk dengan Makam Nabi, tabaruk dengan Jubah Nabi , Benda-Benda, Tempat, dan Orang-Orang yang Pernah Disentuh Nabi saw, Tangan dan Kaki Nabi, Tempat-Tempat yang Dikunjungi Nabi,Makanan Nabi saw, terompah nabi.

1. Tabaruk dengan Tempat Salat Nabi saw.
Selanjutnya, ada beberapa riwayat tentang bertabaruk meialui tempat salat (mushalla) Nabi saw. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Utbah ibn Mali, scorang sahabat yang ikut Perang Badr, keitika matanya tak bisa melihat, berkata kepada Nabi saw., "Aku berharap kiranya engkau salat di rumahku agar aku dapat salat di tempat engkau salat." Nabi saw. datang ke rumahnya dan bertanya di mana beliau harus salat. Utbah menunjukkan tempat kepada Nabi saw. dan beliau salat di tempat itu. Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Aku (Utbah) mengirim pesan kepada Nabi saw.: 'Datanglah dan berikan kepadaku tempat untuk beribadah, Imam al-Nawawi berkata, "Artinya, buatlah tanda bagiku yang dapat kujadikan sebagai tempat beribadah untuk mendapatkan keberkahan karena engkau pernah berada di tempat itu. Dalam hadis ini terdapat dalil untuk mencari keberkahan melalui benda-benda peninggalan para wali (al-tabarruk bi atsar al-shalihin)"

Karena takut akan menumbuhkan kemusyrikan, Umar menebang pohon baya'h yang sering dipergunakan sebagai tempat salat. Tetapi, diketahui bahwa Ibn Umar mencari keberkahan bahkan dengan berjalan menyusuri tempat yang pernah dilewati Nabi saw. serta mendirikan salat persis di tempat Nabi saw. salat di Ka'bah dan di tengah perjalanan beliau. Bahkan, dikisahkan bahwa ia pun menyirami bebcrapa pohon yang di bawahnya Nabi saw. pernah mendirikan salat agar pohon itu lidak mati.

2. Tabaruk dengan Makam Nabi saw.
Dawud ibn Shalih berkata, "(Khalifah} Marwan (ibn al-Hakam) suatu hari melihat seorang pria meletakkan wajahnya di atas makam Nabi saw. Ia berkata, "Tahukah kau, apa yang tengah kaulakukan?" Ketika didekali, ternyata orang itu adalah Abu Ayub al-Anshari, yang kemudian menjawab, "Ya, aku datang kepada Nabi saw., bukan kepada sebuah batu."'
Dan diriwayatkan bahwa Mu'adz ibn Jaba! dan Bilal juga pernah mendatangi makam Nabi saw., lalu menangis di sana. Bahkan Bilal membenamkan wajahnya di atas makam mulia itu.
Hafiz al-Dzahabi menulis dalam catatannya tentang guru-guru nya:
Ahmad ibn al-Mun'im meriwayatkan kepada kami ... dari Umar bahwa Umar tidak suka menyentuh makam Nabi saw. Aku berkata, "la tidak menyukainya karena ia menganggapnya sebagai sikap yang tidak sopan." Ketika Ahmad ibn Hanbal ditanya tentang (hukum) menyentuh dan mencium makam Nabi saw., ia menja¬wab bahwa tak ada salahnya dengan hal itu. Putranya Abdullah meriwatkan ini darinya.

Al-Dzahabi melanjutkan,
Jika dikatakan, "Mengapa para sahabat tidak melakukan ini?" Jawablah, "Karena mereka meiihat Nabi saw. langsung pada masa hidupnya, merasakan keberadaannya, mencium tangannya, sering berebut sisa air wudunya, berbagi rambutnya yang suci ketika be-
liau melaksanakan ibadah haji besar. Dan ketika beliau membasuh wajahnya, tak ada air yang jatuh ke tanah karena orang-orang berebut menadahnya dan membasuhkannya ke wajah mereka. Karena kami tidak mengalami kesempatan mulia seperti itu, kami
menyandarkan diri kami ke makamnya, bahkan menciumnya sebbagai tanda keteguhan, kecintaan, dan penerimaan. Tak tahukah engkau apa yang dilakukan Tsabit al-Bunani ketika ia mencium tangan Anas ibn Malik dan meletakkannya di atas wajahnya seraya
berkata, 'Inilah tangan yang pernah menyentuh tangan Rasulullah saw.'? Kaum muslim tidak meiakukan ini kecuali karena rasa cinta mereka yang luar biasa kepada Nabi saw. Sebab, mereka diwajibkan mencintai Allah dan Nabi saw. melebihi cinta mereka kepada nyawa mereka sendiri, anak-anak mereka, semua manusia, kekayaan mereka, juga kepada surga dan bidadari-bidadarinya. Bahkan, ada beberapa kaum beriman yang mencintai Abu Bakar dan Umar melebihi kecintaan mereka kepada diri mereka sendiri ...."
Tak tahukah engkau bahwa para sahabat, karena cinta mereka yang luar biasa kepada Nabi saw., bertanya kepada beliau, "Haruskah kami bersujud kepadamu?" dan beliau menjawab tidak. Ketahuilah, seandainya beliau mengizinkan, niscaya mereka akan bersujud sebagai tanda penghormatan dan penghargaan, bukan sebagai tanda penyembahan, seperti halnya saudara-saudara Nabi Yusuf a.s., bersujud kepada Yusuf a.s. Sama halnya, kaum musli-min bersujud di hadapan makam Nabi saw. dengan niat untuk menghormati dan menghargainya. Tak layak seseorang disebut kafir (Id yukaffaru ashla) lantaran meiakukan tindakan seperti itu. Namun, ia dapat dianggap telah menyimpang (dari perintah Nabi saw. kepada para sahabat). Karena itu, sampaikanlah kepadanya bahwa tindakan seperti itu terlarang sama seperti orang yang salat dengan menghadap ke makam Nabi saw.

Putra Imam Ahmad, Abdullah, mengatakan bahwa ia per-nah bertanya kepada ayahnya tentang orang yang menyentuh dan mencium mimbar Nabi saw. atau makam beliau untuk mencari keberkahan. Imam Ahmad menjawab, "Tak ada yang salah mengenai hal itu." Abdullah juga bertanya kepada Imam Ahmad tentang orang yang menyentuh dan mencium mimbar Nabi saw. untuk mendapatkan keberkahan, dan yang berbuat serupa terhadap makam Nabi saw., atau sesuatu yang seperti itu, dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Imam Ahmad menjawab, "Tak ada yang salah mengenai hal itu."
Sebagaimana telah disebutkan, ada sebuah riwayat autentik yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Umar, terjadi kekeringan yang membuat Bilal ibn al-Harits mendatangi makam Nabi saw. dan berkata, "Ya Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah demi umatmu."
Kami pun telah mengutip sebuah riwayat bahwa Aisyah pernah memerintahkan agar atap di atas makam Nabi SAW dibuka pada musim kekeringan, dan hujan pun turun.
Umar pernah bertanya kepada Aisyah, "Apakah engkau mengizinkan jika aku dimakamkan di dekat dua orang sahabat-ku (Nabi saw. dan Abu Bakar)?" Ia menjawab, "Ya, demi Allah," padahal untuk para sahabat yang lain, dengan tegas ia menolak permintaan seperti itu.

3. Tabaruk dengan Jubah Nabi saw.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Abdullah, budak yang telah dimerdekakan oleh Asma (putri Abu Bakar), paman dari Pihak ibu Ibn Atha', berkata, "Asma mengutusku kepada Abdullah ibn Umar dengan pesan: 'Telah sampai kabar kepadaku bahwa engkau melarang tiga hal: mengenakan pakaian tipis, memakai Penutup pelana yang terbuat dari sutra merah, dan berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab. Abdullah menjawab, 'Adapun
tentang berpuasa di bulan Rajab, bagaimana pendapatmu tentang orang yang berpuasa terus-menerus? l-alu mengenai pakaian tipis, aku pernah mendengar Umar ibn al-Khaththab berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa mengenakan sutra, ia tak akan mendapatkan bagiannya (di Hari KiamaT)." Aku khawatir bahwa pakaian tipis ilu tErmasuk sulra. Adapun mengenai penutup pelana berwarna merah, inilah penutup pelana Abdullah, dan warnanya merah.' Aku kembali kepada Asma dan memb3ritahukan jawaban Abdullah. Asma kemudian berkata, 'Di sini ada jubah Rasulullah saw.,' dan ia mengeluarkan jubah yang terbuat dari kain Persia dengan keliman brokat (suTra), dan lengan baju dirajut dengan brokat (sutra). Ia berkata, 'Inilah jubah Rasulullah saw. yang disimpan Aisyah hingga ia wafat, kemudian aku mewarisinya. Rasulullah saw. pernah mengenakan-nya, dan kami mencucinya untuk orang-orang yang sakit agar mereka sembuh."'
Muslim meriwayatkan ini pada bab pertama kitab tentang pakaian. Al-Nawawi menjelaskan, "Hadis ini mengandung dalil dianjurkannya mencari keberkahan melalui benda-benda dan pakaian peninggalan orang saleh".

4. Benda-Benda, Tempat, dan Orang-Orang yang Pernah Disentuh Nabi saw.
Suwaid ibn Ghafalah meriwayatkan: "Aku melihat Umar mencium Hajar Aswad dan memegangnya erat-erat, seraya berkata, 'Aku melihat Rasulullah saw sangat mencintaimu."' Hadis ini diriwayatkan dari Sufyan dengan sanad yang sama (begitu pun matannya), "Ia (Umar) berkata, 'Aku tahu, engkau hanyalah sebongkah batu, aku sama sEkali tidak menaruh rasa hormat kepadamu seandainya tidak melihat Abu al-Qasim yang begitu mencintaimu."' Dan ia tidak menyebutkan bahwa Umar memegangnya erat-erat.

Al-Tabrani dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Handzalah Ibn Hudzaim yang pernah dibawa kakeknya, Hudzaim, menghadap Nabi saw. Hudzaim berkata kepada Rasulullah saw., "Aku punya anak laki-laki dan cucu laki-laki, sebagian mereka tetah beranjak remaja dan sebagian lainnya masih kecil." Seraya mengehampiri anak kecil yang berada di dekatnya, ia berkata, "Inilah si bungsu." Nabi saw. mendekatkan anak kecil yang bernama Handzalah kepadanya, mengusap kepalanya, dan berkata, "barakallahu fik semoga Allah memberkatimu."
Setelah peristiwa itu, orang-orang mendatangi Handzalah sambil membawa orang yang bengkak wajahnya atau kambing yang sakit. Handzalah akan meletakkan tangannya di bagian kepalanya yang pernah diusap Nabi saw. lalu menyentuh bagian yang sakit itu sambil mengucapkan bismill&h. Dan serta-merta bagian yang sakit itu pun sembuh."

Dari Ibn Abi Syaibah bahwa Yazid ibn Abdul Malik ibn Qu-syat dan al-Utbi meriwayatkan kebiasaan para sahabat di masjid Nabi saw meletakkan tangan mereka di atas pegangan (rumma-nah) mimbar Nabi saw., tempat Nabi saw. pernah meletakkan tangannya. Mereka melakukan itu sambil menghadap kiblat dan berdoa kepada Allah agar Dia mengabulkan doa mereka karena mereka meletakkan tangan mereka di tempat Nabi saw. pernah meletakkan tangannya saat berdoa. Abu Maududah berkata, "Aku melihat Yazid ibn Abdul Malik melakukan hal serupa."

Kebiasaan para sahabat ini menjelaskan dua hal. Pertama, di-bolehkannya memohon segala sesuatu kepada Allah dengan ber-tawasul kepada Nabi saw. setelah beliau wafat, dan para sahabat benar-benar mempraktikkannya. Demikian pula, boleh hukumnya memohon segala sesuatu kepada Allah dengan bertawasul kepada orang-orang saleh. Kedua, boleh hukumnya mencari keberkahan (barakah) dari benda-benda yang pernah disentuh Nabi saw."

Seorang tabiin, Tsabit al-Bunani mengatakan bahwa ia pcr-nah mengunjungi Anas Ibn Malik, mencium tangannya seraya berkata, "Inilah tangan yang pernah menyentuh Nabi saw." Ia mencium matanya dan berkata, "Inilah mata yang pernah melihat Nabi saw."

Menurut al-Bukhari, Abdurrahman ibn Razin meriwayat-kan bahwa salah seorang sahabat Nabi saw., Salamah ibn al-Aku, mengangkat tangannya di hadapan sekelompok orang dan berkata, "Dengan tangan ini aku telah bersumpah setia (baiat) kepada Rasulullah saw." Mendengar ucapannya itu, semua yang hadir bangkit dan mencium tangannya. Versi lain hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad.
Abu Malik al-Asyja'i mengatakan bahwa suatu ketika ia ber-kata kepada sahabat Nabi saw. yang pernah bersumpah setia di bawah pohon, yaitu Ibn Abi Aufa, "Ulurkan kepadaku tanganmu yang pernah bersumpah setia kepada Rasulullah saw. agar aku dapat menciumnya.,' Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn al-Muqri.
Al-Bukhari juga meriwayatkan bahwa Suhaib melihat Sayidina Ali mencium tangan dan kaki paman Nabi saw., al-Abbas, dan bahwa Tsabit mencium tangan Anas karena tangan itu pernah menyentuh tangan Nabi saw.
Al-Syurunbali al-Hanafi, dalam karyanya tentang Fiqh yang berjudul Nur al-'Iddah, berkata:
Disunahkan masuk ke Ka'bah. Orang yang memasukinya harus mencari tempat Nabi saw. mendirikan salat. Tempat itu berada di depannya ketika ia membelakangi pintu sampai antara dirinya dan pintu berjarak kira-kira tiga depa. Dirikantah salat di sana dan berdoalah kepada Allah untuk memohon ampunan dan memuji-Nya."

5. Tangan dan Kaki Nabi saw.
Hadis pertama Imam Ahmad yang diriwayatkan dari Anas ibn Malik dalam karyanya, Musnad Anas adalah, "Seluruh warga Madinah pernah memegang tangan Nabi saw. dan mereka segera mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
Aisyah, Ummul Mukminin, meriwayatkan: "Ketika menderita sakit, Rasulullah saw. akan membaca tiga surah terakhir Alquran dan meniupkannya kepada dirinya sendiri." Aisyah melanjut-kan, "Jika sakiinya parah, aku akan membacakan tiga surah itu kepadanya dan mengusapnya dengan tangan kanannya seraya mengharapkan keberkahan."
Usamah meriwayatkan, "Aku menghadap Nabi saw. yang tengah bersama para sahabat, dan mereka terlihat setenang burung-burung yang merundukkan kepalanya. Aku ucapkan salam kepada Nabi saw. dan kemudian duduk. Lalu orang-orang Arab badui datang dan mengajukan beberapa pertanyaan yang dijawab Nabi saw. .... Setelah itu, Nabi saw. berdiri dan orang-orang pun berdiri. Mereka mulai mencium tangannya. Aku pun mencium tangannya dan meletakkannya di wajahku. Aku merasakannya lebih harum dari minyak kesturi dan lebih sejuk dari air manisan."

Abdullah ibn Umar meriwayatkan:
Ibn Umar diutus bersama sekelompok pasukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang berbalik melarikan diri. la berkata, "Aku termasuk orang yang berbalik melarikan diri. Ketika berhenti, kami berkata, 'Apa yang harus kita lakukan? Kita telah melarikan diri dari pertempuran dan akan mendapalkan murka Allah.' Lalu kami berkata, 'Mari kita masuk ke Madinah, diam di sana, dan pergi ke sana tanpa diketahui siapa pun.' Maka kami memasuki kota itu dan berpikir, 'Jika kami datang kehadapan Rasuiullah saw., dan jika ada kesempalan bertobat bagi kami, kami akan tinggal; jika yang terjadi sebaliknya, kami akan pergi.' Maka kami duduk menunggu Rasulullah saw. sebelum salat Subuh. Ketika beliau keluar, kami berdiri dan berkata, 'Kami termasuk orang yang melarikan diri.' Beliau menoleh ke arah kami dan berkata, Tidak, kamu sekalian adalah orang yang kembali unluk berperang setelah melarikan diri.' Kami kemudian menghampirinya dan mencium tangannya. Beliau bersabda, 'Akulah pemimpin kaum muslim.'""
Ibn Umar bercerita dan berkata, "Kami kemudian mendekati Nabi saw dan mencium tangannya." Diriwayatkan dalam karya Ibn Majah, Sunan, dalam Suuan Abu Dawud, dan dalam Mushatinaf karya Ibn Abu Syaibah dari dua sanad yang berbeda.
Ummu Aban, anak perempuan al-Wazi ibn Zari, meriwayat-kan bahwa kakeknya, Zari al-Abdi, salah seorang utusan Abdul Qais, berkata, "Ketika kami tiba di Madinah, kami berlomba menjadi yang pertama turun dari kuda dan mencium tangan serta kaki Rasuiullah saw. ... (hingga akhir hadis)."*
Al-Bukhari meriwayatkan darinya hadis serupa dalam kar-yanya, Adb al-Mufrad: Kami tengah berjalan, ketika seseorang berkata, "Ada Rasuiullah saw." maka kami segera meraih tangan dan kakinya, lalu menciumnya.
Buraidah meriwayatkan bahwa seorang Arab badui datang kepada Nabi saw. dan berkata, "Ya Rasuiullah saw., izinkan aku mencium kepala dan tanganmu" dan beliau mengizinkannya. Dalam versi yang lain, ia meminta izin untuk mencium tangan dan kaki.
Shafwan ibn Ashal al-Muradi meriwayatkan: "Salah seorang dari dua orang Yahudi berkata kepada sahabat Nabi saw., 'Antarkan kami kepada Nabi saw. agar kami dapat menanyakannya tentang sepuluh tanda tanda musa... (nabi menjawab semuanya dan kemudian) mereka mencium tangan dan kakunya lalu ebrkata, " Kami bersaksi, engkau adalah seorang nabi...

6. Kulit Nabi SAW
Usaid ibn Hudzair meriwayatkan:
Abdurahman ibn Abi Laila, mengutip Usaid ibn Hudzair seorang anshar, berkata bahwa ketika ia tengah bercanda dan membuat para sahabat lain tertawa, Nabi SAW memikulnya dengan ranting kayu sambil bergurau. Usaid berkata Izinkahlah aku membalas," Beliau menjawab, "balaslah". Ia berkata,"Namun engkau menegnakan baju sedangkan aku tidak. " Nabi sAW melepas bajunya dan orang itu memeluknya serta mencium pinggang beliau. lalu ebrkata "inilah yang kuinginkan ya RAsulullah.."

Abi Abdil Barr meriwayatkan bahwa Nabi SAW telah mengharamkan dua atau tiga kali penggunaan khaluq (sejenis minyak wangi yang dicampur kunyit), melihat sawad ibn Amr al Qari memakainya NAbi SAW memukul perutnya dengan batang daun kurma (jaridah) sehingga menimbulkan goresan luka kecil. Sawad meminia izin untuk membalas, dan ketika Nabi saw. memperlihatkan bagian perut beliau, liba-tiba ia lompat dan mencium perut Nabi saw.
Sementara versi Ibn Ishaq dalam Sirah menyebutkan bahwa Sawad termasuk sahabat yang ikut Perang Badar. Nabi saw. tengah menyusun strategi mempergunakan ranting {miqran), dan beliau memukulkan ranting itu ke perut Sawad sehingga menimbulkan luka gores kecil. Nabi saw. berkata, "Jauhkan dirimu dari yang lain." Sawad berkata, "Ya Rasulullah saw., engkau telah melukaiku, izinkan aku membalas." Nabi saw. menyerahkan kepadanya ranting kayu itu dan berkata, "Balaslah." Sawad mendekati beliau dan mencium perut beliau. Nabi saw. bersabda, "Apa yang membuatmu melakukan itu, wahai Sawad?" Ia menjawab, "Ya Rasulullah saw., saatnya telah tiba bagi apa yang engkau lihat, dan aku ingin agar perbuatan terakhirku di dunia ini adalah menyentuhmu."
Buhaisa al-Fazariyah meriwayatkan, "Ayahku meminta izin kepada Nabi saw. Lalu ia mendekati dan membuka baju beliau, mulai menciumnya, dan memeluknya karena cintanya kepada beliau.""

7. Tempat-Tempat yang Dikunjungi Nabi saw.
Abu Burdah meriwayatkan: Ketika tiba di Madinah, aku bertemu dengan Abdullah ibn Salam. Ia berkata, "Maukah kau berkunjung kepadaku agar aku dapat menyediakan sawiq (tepung barley) dan kurma untukmu, serta mengajakmu memasuki rumah (diberkati) yang pernah dimasuki Nabi saw.?"

8. Makanan Nabi saw.
Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. tinggal di rumah Abu Ayub hingga masjid dan tempat tinggalnya dibangun. Kemudian beliau pindah ke rumahnya sendiri. Yazid ibn Abu Habib dari Martsad ibn Abdullah al-Yazani dari Abu Ruhm al-Sama'i berkata kepadaku bahwa Abu Ayub bercerita kepadanya, "Ketika Rasulullah saw. tinggal di rumahku, beliau tidur di atas lantai tanah, sedangkan aku dan Ummu Ayub di atas tempat lidur. Aku berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah saw., aku telah menganggapmu sebagai orangtuaku sendiri, dan aku sedih ka-rena aku tidur di atas sedangkan engkau di bawahku. Marilah bertukar tempat." Beliau menjawab, "Hai Abu Ayub, lebih menye-nangkan bagiku dan tamu-tamuku berada di atas lantai tanah." Akhirnya kami menyerah. Suatu ketika kami memecahkan sebuah kendi air. Aku dan Ummu Ayub mengambil salah satu pakaian kami untuk mengeringkan air ilu karena takut akan membasahi Nabi saw. Kami tak lagi punya pakaian yang bisa kami kenakan. Kami biasa menyediakan makan malam beliau dan mengantar-kannya kepada beliau. Ketika beliau mengembalikan sisanya, aku dan Ummu Ayub biasa menyentuh tempat yang pernah disentuh oleh tangan beliau dan makan darinya berharap mendapatkan berkah.

9. Panah Nabi saw.
Ibn Hisyam meriwayatkan bahwa Nabi saw. memerintahkan pasukan untuk berpindah ke sebelah kanan melewati belukar jalan al-Murar ke lereng al-Hudaibiyah di bawah Mekah. Mereka melakukan perintahnya, dan ketika pasukan berkuda Quraisy melihat kepulan debu pasukan yang menjauhi jalan mereka, tergesa-gesa mereka kembali ke pasukan inti Quraisy. Nabi saw. pergi menempuh jalan al-Murar dan ketika untanya berlutut, orang-orang berkata, "Unta itu tidak akan bangkit lagi." Beliau berkata, "Biasanya ia tidak membandel dan itu bukanlah sifatnya, tetapi Yang Maha Esa, yang mengusir pasukan bergajah dari Mekah, menahan unta ini. Hari ini, apa pun syarat yang diminta kaum Quraisy kepadaku akan kukabulkan untuk menunjukkan itikad baikku kepada keluarga." Kemudian beliau memerintahkan orang-orang untuk turun dari kuda. Mereka keberatan karena di tempat itu tidak ada sumber air. Kemudian Nabi saw. mengambil anak panah dari sarung anak panahnya dan memberikannya kepada seorang sahabat. Sahabat itu menusukkan anak panah tadi ke tengah sebuah lubang air, dan serta-merta air memancar hingga unta-unta pasukan minum sepuasnya dan mereka dapat beristirahat di sana.

10. Terompah Nabi saw.
Al-Bukhari dan al-Tirmidzi meriwayatkan dari Qatadah: "Aku meminta Anas untuk bercerita tentang terompah Rasu-lullah saw. dan ia menjawab, 'Ada dua tali pengikat pada setiap terompahnya.'" Dan Isa ibn Tahman berkata, "Anas mengambil sepasang sepatu dan memperlihatkannya kepada kami. Sepatu itu tidak berbulu.""

Al-Bukhari, Malik, dan Abu Dawud meriwayatkan bahwa Ubaid ibn Jarih berkata kepada Abdullah ibn Umar, "Kulihat engkau memakai terompah dari kulit yang disamak." Ia menjawab, "Aku pernah melihat Nabi saw. mengenakan terompah tak berbulu dan berwudu tanpa melepaskannya. Karena itulah aku suka memakainya."
Al-Qasthallani berkata bahwa Ibn Mas'ud, salah seorang pelayan Nabi saw., terbiasa membawakan kepada Nabi saw. bantal (wisAdah), sikat gigi (siwak), terompah {na'layn), dan air untuk berwudu. Ketika Nabi saw. bangun dari tidur, ia akan meletak-kan terompah itu dekat beliau. Ketika beliau duduk, ia akan memegang terompah beliau dengan tangannya hingga beliau berdiri.

Semoga Allah terus memberikan kita keberkahan dengan mencontohkan tabaruk dengan benda2 orang solihin.. Amien

Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharam 1433 H


Thursday, November 24, 2011

Rumi : Hikmah Kesengsaraan

Lihatlah buncis dalam periuk, betapa ia meloncat- loncat selama menjadi sasaran api.
Ketika direbus, ia selalu timbul ke permukaan :
merintih terus-menerus tiada henti.

"Mengapa engkau letakkan api di bawahku ?
Engkau membeliku: Mengapa kini kausiksa aku seperti ini ?"
Sang isteri memukulnya dengan penyendok
"Sekarang," katanya "jadi benar-benar matanglah kau dan jangan meloncat lari dari yang menyalakan api.

Aku merebusmu, namun bukan karena kau membangkitkan kebencianku ;
sebaliknya, inilah yang membuatmu menjadi lezat
Dan menjadi gizi serta bercampur dengan jiwa yang hidup; kesengsaraan bukanlah penghinaan
Ketika engkau masih hijau dan segar, engkau minum air di dalam kebun: air
minum itu demi api ini.

Kasih Tuhan itu lebih dahulu daripada kemurkaan-Nya, tujuannya bahwa dengan
kasih-Nya engkau dapat menderita kesengsaraan.

Kasih-Nya yang mendahului kemurkaan-Nya itu
supaya sumber penghidupan, yang ada, dapat dihasilkan;
Bahkan kemudian Tuhan Yang Maha Agung membenarkannya, berfirman, "Sekarang
engkau telah tercuci bersih dan keluarlah dari sungai."
Teruslah, wahai buncis, terebus dalam kesengsaraan sampai wujud ataupun diri
tak tersisa padamu lagi.

Jika engkau telah terputus dari taman bumi, engkau akan menjadi makanan
dalam mulut dan masuk ke kehidupan.

Jadilah gizi, energi, dan pikiran ! Engkau menjadi air bersusu : Kini
jadilah singa hutan !
Awalnya engkau tumbuh dari Sifat-sifat Tuhan;
kembalilah kepada Sifat-sifat-Nya !
Engkau menjadi bagian dari awan, matahari dan bintang-bintang ; Engkau 'kan
menjadi jiwa, perbuatan, perkataan, dan pikiran.
Kehidupan binatang muncul dari kematian tetumbuhan: maka perintah, 'bunuhlah
aku, wahai para teman setia', adalah benar.

Lantaran kemenangan menanti setelah mati, kata- kata, 'Lihatlah, karena
dibunuh aku hidup,' adalah benar."

Mengirim Pahala dan Bacaan Kepada Mayyit

Habib Mundir Al Musawa

1.Ucapan Imam Nawawi dalam Syarah Nawawi ala Shahih Muslim Juz 1 hal 90 menjelaskan

نيملسملا نيب فلخ لب اهب عفتنيو تيملا ىلا لصت ةقدصلا ناف امهنع قدصتيلف هيدلاو رب دارأ نمهيقفلا ىرصبلا ىدرواملا نسحلا وبأ ةاضقلا ىضقأ هاكح ام امأو باوصلا وه اذهوبهذم وهف باوث هتوم دعب هقحلي ل تيملا نأ نم ملكلا باحصأ ضعب نع ىواحلا هباتك ىف ىعفاشلاهيلع جيرعت لو هيلا تافتلا لف ةملا عامجاو ةنسلاو باتكلا صوصنل فلاخم نيب أطخو ايعطق لطابناك اذا لا تيملا ىلا اهباوث لصي ل هنأ ءاملعلا ريهامجو ىعفاشلا بهذمف موصلاولصلا امأو
هنع امهرهشأ ىعفاشلل نيلوق هيف ناف يلولا هل نذأ نم وأ هيلو هنع هاضقف تيملىلع ابجاو موصلانا مايصلا باتك ىف ةلأسملا ىتأتسو حصي هنأ هباحصأ ىرخأتم ىققحم مث امهحصأوحلصي ل هنألاقو تيملا ىلا اهباوث لصي ل هنأ ىعفاشلا بهذم نم روهشملاف نآرقلا ةءارق امأوىلاعت للا ءاشعيمج باوث تيملا ىلا لصي هنأ ىلا ءاملعلا نم تاعامج بهذو تيملا ىلا اهباوث لصيهباحصأ ضعبرذن هيلعو تام نم باب ىف ىراخبلا حيحص ىفو كلذ ريغو ةءارقلاو موصلاو ةلصلا نم تادابعلانب ءاطع نع ىواحلا بحاص ىكحو اهنع ىلصت نأ ةلص اهيلعو اهمأ تتام نم رمأ رمع نبا نأنب للا دبع دعس وبأ خيشلا لاقو تيملا نع ةلصلا زاوجب لاق امهنأ هيوهار نب قاحساو حابر ىبألاقو اذه رايتخا ىلا راصتنلا هباتك ىف نيرخأتملا انباحصأ نم نورصع ىبأ نب للا ةبه نب دمحمماعط نم دم ةلص لك نع معطي نأ دعبي ل بيذهتلا هباتك ىف انباحصأ نم ىوغبلا دمحم وبأ ماملا
لصت اهناف جحلاو ةقدصلاو ءاعدلا ىلع سايقلا مهليلدو لامك هنذإ هذه لك

Berkata Imam Nawawi : “Barangsiapa yang ingin berbakti pada ayah ibunya maka ia boleh bersedekah atas nama mereka (kirim amal sedekah untuk mereka), dan sungguh pahala shadaqah itu sampai pada mayyit dan akan membawa manfaat atasnya tanpa ada
ikhtilaf diantara muslimin, inilah pendapat terbaik, mengenai apa – apa yang diceritakan pimpinan Qadhiy Abul Hasan Almawardiy Albashriy Alfaqiihi Assyafii mengenai ucapan beberapa Ahli Bicara (semacam wahabiy yang hanya bisa bicara tanpa ilmu) bahwa mayyit setelah wafatnya tak bisa menerima pahala, maka pemahaman ini Batil secara jelas dan kesalahan yg diperbuat oleh mereka yang mengingkari nash – nash dari Alqur’an dan Alhadits dan Ijma ummat ini, maka tak perlu ditolelir dan tak perlu diperdulikan.

Namun mengenai pengiriman pahala shalat dan puasa, maka madzhab Syafii dan sebagian ulama mengatakannya tidak sampai kecuali shalat dan puasa yang wajib bagi mayyit, maka boleh di Qadha oleh wali nya atau orang lain yang diizinkan oleh walinya, maka dalam hal ini ada dua pendapat dalam Madzhab Syafii, yang lebih masyhur hal ini tak sampai, namun pendapat kedua yang lebih shahih mengatakan hal itu sampai, dan akan kuperjelas nanti di Bab Puasa Insya Allah Ta’ala.
Mengenai pahala Alqur’an menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafii bahwa tak sampai pada mayyit, namun adapula pendapat dari sahabat sahabat Syafii yang mengatakannya sampai, dan sebagian besar ulama mengambil pendapat bahwa sampainya pahala semua macam ibadah, berupa shalat, puasa, bacaan Alqur’an, ibadah dan yang lainnya, sebagaimana diriwayatkan dalam shahih Bukhari pada Bab : “Barangsiapa yang wafat dan atasnya nadzar” bahwa Ibn Umar memerintahkan seorang wanita yang wafat ibunya yang masih punya hutang shalat agar wanita itu membayar (meng qadha) shalatnya, dan dihikayatkan oleh Penulis kitab Al Hawiy, bahwa Atha bin Abi Ribah dan Ishaq bin Rahawayh bahwa mereka berdua mengatakan bolehnya shalat dikirim untuk mayyit, Telah berkata Syeikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad bin Hibatullah bin Abi Ishruun dari kalangan kita (berkata Imam nawawi dengan ucapan : “kalangan kita” maksudnya dari madzhab syafii) yang muta’akhir (dimasa Imam Nawawi) dalam kitabnya Al Intishar ilaa Ikhtiyar bahwa hal ini seperti ini. (sebagaimana pembahasan diatas), berkata Imam Abu Muhammad Al Baghawiy dari kalangan kita dalam kitabnya At Tahdzib : Tidak jauh bagi mereka untuk memberi satu Mudd untuk membayar satu shalat (shalat mayyit yang tertinggal) dan ini semua izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah Qiyas atas Doa dan sedekah dan haji (sebagaimana riwayat hadist - hadits shahih) bahwa itu semua sampai dengan pendapat yang sepakat para ulama. (Syarh Nawawi Ala Shahih Muslim Juz 1 hal90)
Maka jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi menjelaskan dalam hal ini ada dua pendapat,dan yang lebih masyhur adalah yang mengatakan tak sampai, namun yang lebih shahih mengatakannya sampai, tentunya kita mesti memilih yang lebih shahih, bukan yang lebih masyhur, Imam nawawi menjelaskan bahwa yang shahih adalah yang mengatakan sampai, walaupun yang masyhur mengatakan tak sampai, berarti yang masyhur itu dhoif,dan yang shahih adalah yang mengatakan sampai, dan Imam Nawawi menjelaskan pula bahwa sebagian besar ulama mengatakan semua amal apahal sampai.
Inilah liciknya orang – orang wahabi, mereka bersiasat dengan “gunting tambal”, merekamenggunting – gunting ucapan para Imam lalu ditampilkan di web – web, inilah bukti kelicikan mereka, Saya akan buktikan kelicikan mereka:

Lalu berkata pula Imam Nawawi
:لوصو ىلع اوعمجأ اذكو ءاملعلا عامجاب كلذك وهو اهباوث هلصيو تيملا عفنت تيملا نع ةقدصلا نأاذكو ملسلا جح ناك اذا تيملا نع جحلا حصيو عيمجلا يف ةدراولا صوصنلاب نيدلا ءاضقو ءاعدلاحجارلاف موص هيلعو تام اذا موصل يف ءاملعلا فلتخاو اندنع حصلأا ىلع عوطتلا جحب ىصو اذالاقو اهباوث هلصي ل نآرقلا ةءارق نأ انبهذم يف روهشملاو ،هيف ةحيحصلا ثيداحلأل هنع هزاوجبنح نب دمحأ لاق هبو اهباوث هلصي انباحصأ نم ةعامج

“Sungguh sedekah untuk dikirimkan pada mayyit akan membawa manfaat bagi mayyit
dan akan disampaikan padanya pahalanya, demikian ini pula menurut Ijma (sepakat) para
ulama, demikian pula mereka telah sepakat atas sampainya doa – doa, dan pembayaran
hutang (untuk mayyit) dengan nash – nash yang teriwayatkan masing masing, dan sah
pula haji untuk mayyit bila haji muslim,

Demikian pula bila ia berwasiat untuk dihajikan dengan haji yang sunnah, demikianpendapat yang lebih shahih dalam madzhab kita (Syafii), namun berbeda pendapat paraulama mengenai puasa, dan yang lebih benar adalah yang membolehkannya sebagaimana hadits – hadits shahih yang menjelaskannya, dan yang masyhur dikalangan madzhab kita bahwa bacaan Alqur’an tidak sampai pada mayyit pahalanya, namun telah berpendapat sebagian dari ulama madzhab kita bahwa sampai pahalanya, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpegang pada yang membolehkannya” (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim Juz 7 hal 90).

Dan dijelaskan pula dalam Almughniy

:ثلثو يسركلا ةيآ اوؤرقا رباقملا متلخد اذإ لاق هنأدمحأ نع يور دقو ربقلا مث ةءارقلاب سأب لومث ةءارقلا لاق هنأ هنع يورو ،رباقملا لهلأ هلضف نإ مهللا لاق مث صلخلا دحأ للا وه لق رارمنع هب نابأ اعوجر عجر مث ةعامج دمحأ نع كلذ لقن ركب وبأ لاق ميشه نع كلذ يورو ةعدب ربقلاهل لاقف ةعدب ربقلا مث ةءارقلا نإ هل لاقو ربقلا مث أرقي نأ اريرض ىهن دمحأ نأ ةعامج ىورف هسفنهيبأ نع رشبم ينربخأف لاق ةقث لاق اذهلف رشبم يف لوقت ام للا دبع ابأ اي يرهوجلا ةمادق نب دمحمدمحأ لاق كلذب يصوي رمع نبا تعمس لاقو اهتمتاخو ةرقبلا ةحتافب هدنع أرقي نفد اذإ ىصوأ هنأرقي لجرلل لقف عجراف لبنح نب
“Tidak ada larangannya membaca Alqur’an dikuburan , dan telah diriwayatkan dari
Ahmad bahwa bila kalian masuk pekuburan bacalah ayat Alkursiy, lalu Al Ikhlas 3X, lalukatakanlah : Wahai Allah, sungguh pahalanya untuk ahli kubur”.

Dan diriwayatkan pula bahwa bacaan Alqur’an di kuburan adalah Bid’ah, dan hal itu adalah ucapan Imam Ahmad bin Hanbal, lalu muncul riwayat lain bahwa Imam Ahmad melarang keras hal itu, maka berkatalah padanya Muhammad bin Qudaamah : Wahai AbuAbdillah (nama panggilan Imam Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubasyir (seorang perawi hadits), Imam Ahmad menjawab : Ia Tsiqah (kuat dan terpercaya riwayatnya),
maka berkata Muhammad bin Qudaamah sungguh Mubasyir telah meriwayatkan padaku
dari ayahnya bahwa bila wafat agar dibacakan awal surat Baqarah dan penutupnya, dan
bahwa Ibn Umar berwasiat demikian pula!”, maka berkata Imam Ahmad :”katakan pada
orang yang tadi ku larang membaca Alqur’an dikuburan agar ia terus membacanya
lagi..”. (Al Mughniy Juz 2 hal : 225)

Dan dikatakan dalam Syarh Al Kanz :
وأ ةقدص وأ اجح وأ اموص وأ ناك ةلص هريغل هلمع باوث لعجي نأ ناسنلإل نإ زنكلا حرش يف لاقوروهشملاو ىهتنا ةنسلا لهأ مث هعفنيو ،تيملا ىلإ كلذ لصيو ربلا عاونأ عيمج نم كلذ نآرق ةءارقنب دمحأ بهذو نآرقلا ةءارق باوث تيملا ىلإ لصي ل هنأ هباحصأ نم ةعامجو يعفاشلا بهذم نمراكذلأا يف يوونلا هركذ اذك لصي هنأ ىلإ يعفاشلا باحصأ نم ةعامجو ءاملعلا نم ةعامجو لبنحراتخملاو روهشملا ىلع ةءارقلا باوث اندنع تيملا ىلإ لصي ل يوحنلا نبل جاهنملا حرش يفوامب تيملل ءاعدلا زاج اذإف ءاعد هنلأ هب مزجلا يغبنيو هتءارق باوث لاصيإ للا لأس اذإ لوصولاىنعملا اذهو ءاعدلا ةباجتسا ىلع افوقوم هيف رملأا ىقبيو ىلوأ هل وه امب زوجي نلأف يعادلل سيليحلاو تيملا عفني هنأ هيلع قفتم ءاعدلا نأ رهاظلاو لامعلأا رئاس يف يرجي لب ةءارقلاب صتخي لريثك ثيداحأ كلذ ىلعو اهريغو ةيصوب ديعبلاو بيرقلا

“dijelaskan pada syarah Al Kanz, Sungguh boleh bagi seseorang untuk mengirim pahala
amal kepada orang lain, shalat kah, atau puasa, atau haji, atau shadaqah, atau Bacaan
Alqur’an, dan seluruh amal ibadah lainnya, dan itu boleh untuk mayyit dan itu sudah
disepakati dalam Ahlussunnah waljamaah.

Namun hal yang terkenal bahwa Imam Syafii dan sebagian ulamanya mengatakan pahala
pembacaan Alqur’an tidak sampai, namun Imam Ahmad bin Hanbal, dan kelompok
besar dari para ulama, dan kelompok besar dari ulama syafii mengatakannya pahalanya
sampai, demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkar,
Dan dijelaskan dalam Syarh Al Minhaj oleh Ibn Annahwiy : “tidak sampai pahala bacaan
Alqur’an dalam pendapat kami yang masyhur, dan maka sebaiknya adalah pasti sampai bila berdoa kepada Allah untuk memohon penyampaian pahalanya itu,
Dan selayaknya ia meyakini hal itu karena merupakan doa, karena bila dibolehkan doa
tuk mayyit, maka menyertakan semua amal itu dalam doa tuk dikirmkan merupakan hal
yang lebih baik, dan ini boleh tuk seluruh amal, dan doa itu sudah Muttafaq alaih (takada ikhtilaf) bahwa doa itu sampai dan bermanfaat pada mayyit bahkan pada yang hidup,keluarga dekat atau yang jauh, dengan wasiat atau tanpa wasiat, dan dalil ini denganhadits yang sangat banyak”.(Naylul Awthar lil Imam Assyaukaniy Juz 4 hal 142, Al majmu’ Syarh Muhadzab lil ImamNawawiy Juz 15 hal 522).

Kesimpulannya bahwa hal ini merupakan ikhtilaf ulama, ada yang mengatakan pengiriman
amal pada mayyit sampai secara keseluruhan, ada yang mengatakan bahwa pengiriman
bacaan Alqur’an tidak sampai, namun kesemua itu bila dirangkul dalam doa kepada Allah
untuk disampaikan maka tak ada ikhtilaf lagi.

Dan kita semua dalam tahlilan itu pastilah ada ucapan : Allahumma awshil, tsawabaa maaqaraa’naa minalqur’anilkarim… dst (Wahai Allah, sampaikanlah pahala apa – apa
yang kami baca, dari alqur’anulkarim…dst). Maka jelaslah sudah bahwa Imam Syafii dan
seluruh Imam Ahlussunnah waljamaah tak ada yang mengingkarinya dan tak adapula yang
mengatakannya tak sampai.

Kita ahlussunnah waljamaah mempunyai sanad, bila saya bicara fatwa Imam Bukhari, saya
mempunyai sanad guru kepada Imam Bukhari. Bila saya berbicara fatwa Imam Nawawi,
saya mempunyai sanad guru kepada Imam Nawawi, bila saya berbicara fatwa Imam Syafii,
maka saya mempunyai sanad Guru kepada Imam Syafii.

Demikianlah kita ahlussunnah waljamaah, kita tidak bersanad kepada buku, kita mempunyai sanad guru, boleh saja dibantu oleh buku – buku, namun acuan utama adalah pada guru yang mempunyai sanad.Kasihan mereka mereka yang keluar dari ahlussunnah waljamaah karena berimamkan buku, agama mereka sebatas buku – buku, iman mereka tergantung buku, dan akidah mereka adalah pada buku – buku.

Jauh berbeda dengan ahlussunnah waljamaah, kita tahu siapa Imam Nawawi, Imam Nawawi
bertawassul pada Nabi saw, Imam Nawawi mengagungkan Rasul saw, beliau membuat shalawat yg dipenuhi salam pada Nabi Muhammad saw, ia memperbolehkan tabarruk dan
ziarah kubur, demikianlah para ulama ahlussunnah waljamaah.

Sabda Rasulullah saw : “Sungguh sebesar - besar kejahatan muslimin pada muslimin
lainnya, adalah yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan atas muslimin, menjadi diharamkan atas mereka karena pertanyaannya” (Shahih Muslim hadits No.2358, dan juga teriwayatkan pada Shahih Bukhari).

Wednesday, November 23, 2011

Akidah Kaum Sufi

www.sufinews.com

Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani


Perlu anda ketahui, wahai saudaraku, kaum sufi telah sepakat bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa yang tiada duanya, bersih dari teman (istri) dan anak, Mahadiraja yang tiada sekutu, Sang Pencipta yang tidak ada pengatur lain bersamanya, ada (wujud) dengan Dzat-Nya tanpa membutuhkan Pencipta yang mewujudkan-Nya, akan tetapi justru segala yang diwujudkan ini butuh kepada-Nya. Maka seluruh alam ini wujud karena-Nya, sedangkan Allah Swt. wujud dengan Dzat-Nya sendiri, tidak ada permulaan bagi wujud-Nya dan tidak ada akhir dalam kekekalan-Nya, akan tetapi wujud-Nya secara mutlak yang terus-menerus berbuat dengan sendiri-Nya. Dia bukanlah jauhar yang bisa diukur dengan tempat, dan juga bukan ‘aradh yang mustahil untuk bisa tinggal, bukan pula jisim yang memerlukan arah. Dia Mahasuci dari segala arah dan wilayah, hanya bisa dilihat oleh mata kalbu, istiwa’ di ‘arasy-Nya sebagaimana yang difirmankan dan sesuai dengan apa yang dimaksudkan, sebagaimana juga ‘arasy-Nya dan apa yang dimuatnya mencakup dunia dan akhirat, tidak memiliki persamaan yang bisa dirasionalkan dan ditunjukkan oleh akal, tidak terbatas oleh waktu dan tidak termuat oleh tempat. Dia sekarang sebagaimana semula. Dialah yang menciptakan apa yang bisa bertempat dan juga tempatnya. Dialah yang menciptakan masa dan yang berfirman: “Akulah Dzat Yang Mahatunggal.

Yang Mahahidup, Yang tidak merasa berat untuk menjaga dan memelihara makhlukNya. Tidak memiliki sifat yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana sifat makhluk. Dia Mahasuci untuk ditempati oleh barang baru (makhluk) atau bertempat pada barang baru, atau makhluk ada sebelum-Nya atau Dia ada sebelum makhluk. Akan tetapi hanya bisa dikatakan bahwa Dia ada, dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya. Sebab sebelum dan sesudah adalah suatu ungkapan yang menunjukkan waktu yang juga merupakan makhluk yang Dia ciptakan. Maka kita tidak boleh mengatakan kepada-Nya sesuatu yang Dia sendiri tidak mengatakan untuk Diri-Nya. Sebab Dia telah mengatakan untuk Diri-Nya sendiri, “Mahaawal dan Mahaakhir,” dan bukan “sebelum dan sesudah.”

Dialah Yang Maha menjaga dan melakukan segala-galanya, yang tidak pernah tidur dan kantuk, Maha memaksa yang tidak bisa ditandingi. “Tidak ada sesuatu pun seperti Dia, dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Q.S. asy-Syura:11).

Dialah yang menciptakan ‘arasy dan dijadikan sebagai batas istiwa’ (sebagaimana yang Dia kehendaki), Dialah yang menciptakan Kursi yang luasnya cukup untuk bumi dan langit, menciptakan Lauh Mahfuzh dan al-Qalam (pena) yang tinggi, Dia lakukan sebagai pencatat pada makhluk sampai Hari Kiamat dan keputusan dilaksanakan. Dia menciptakan seluruh alam tanpa ada contoh sebelumnya, menciptakan makhluk dari apa yang diciptakan mereka. Dia memberi ruh pada jasad sebagai pengaman, Dia menjadikan jasad yang diberi ruh ini sebagai khalifah di bumi, lalu Dia menundukkan seluruh apa yang ada di langit dan di bumi untuknya. Maka tidak ada yang bisa bergerak sekalipun hanya seberat atom kecuali karena-Nya dan dengan-Nya. Dia menciptakan semua itu tanpa pamrih dan tak ada yang mengharuskanNya untuk menciptakan. Akan tetapi Ilmu-Nya tentang hal itu lebih dahulu, sehingga Dia menciptakan apa yang hendak Dia ciptakan.

Dia Mahaawal dan Mahaakhir, Dia Mahalahir dan Mahabatin, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia sangat memahami dan mengetahui segala sesuatu, Dia sanggup menghitung segala sesuatu dengan jumlah yang benar. Dia Mahatahu apa yang rahasia dan yang lebih rahasia, Dia mengetahui apa yang tidak sanggup dilihat oleh mata secara benar dan apa yang dirahasiakan oleh kalbu. Bagaimana mungkin Dia tidak tahu apa yang Dia ciptakan sendiri, “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui [apa yang kamu lahirkan dan rahasiakan]; dan Dia Maha Halus lagi Maha mengetahui?” (Q.S. al-Mulk: 14).


Dia telah tahu segala sesuatu sebelum terwujud, kemudian Dia mewujudkannya sesuai dengan apa yang Dia ketahui. Dia senantiasa tahu tentang segala sesuatu, sementara Ilmu-Nya tidak akan bertambah (baru) ketika terjadi sesuatu yang baru dalam lingkup Ilmu-Nya. Dia menciptakan segala sesuatu secara cermat dan kokoh, Dia Mahatahu secara global dan terinci dengan mutlak. Dialah Yang Maha mengetahui hal yang gaib dan yang bisa disaksikan oleh mata, maka Mahasuci Allah dan segala apa yang disekutukan oleh orang-orang musyrik. Dia Maha melakukan terhadap apa yang Dia kehendaki. Dialah yang berkehendak untuk menciptakan apa yang terwujud di alam bumi dan langit, dimana Kekuasaan-Nya tidak bergantung dengan mewujudkan sesuatu sehingga Dia menghendakinya, sebagaimana Dia tidak akan menghendaki sesuatu sehingga Dia mengetahui. Sebab sangat mustahil Allah Swt. menghendaki sesuatu yang Dia tidak mengetahuinya, atau melakukan perbuatan yang tidak Dia kehendaki, sedangkan Dia berbuat secara bebas dan atas pilihan-Nya sendiri. Juga sangat mustahil semua kenyataan ini terwujud bukan dan Dzat Yang Mahahidup. Demikian pula akan mustahil sifat-sifat ini ada tanpa Dzat yang diberi sifat.

Maka tidak ada apa pun dalam wujud ini baik taat maupun durhaka, untung maupun rugi, merdeka maupun hamba, dingin maupun panas, hidup maupun mati, berhasil maupun gagal, siang maupun malam, lurus maupun bengkok, daratan maupun lautan, genap maupun ganjil, jauhar maupun ‘aradh, sehat maupun sakit, senang maupun susah, jasad maupun ruh, gelap maupun terang, bumi maupun langit, banyak maupun sedikit, pagi maupun sore, putih maupun hitam, sadar maupun tidur, lahir maupun batin, bergerak maupun berhenti, kering maupun basah, kulit maupun isi, baik yang berlawanan maupun yang sepadan dan mirip kecuali semuanya dikehendaki oleh Allah Swt. Lalu bagaimana tidak dikehendaki-Nya sedangkan Dia yang menciptakan? Lalu bagaimana Dia yang punya kebebasan dalam mewujudkan segala sesuatu akan menciptakan sesuatu yang bukan atas Kehendak-Nya, dimana tidak ada yang bisa menolak apa yang menjadi amarNya, tidak ada yang menuntut dan menilai kebijakan hukumNya. Dia akan memberi kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki dan akan mencabutnya kembali dari orang yang Dia kehendaki pula, Dia akan mengangkat derajat orang yang Dia kehendaki dan akan rnerendahkan orang yang Dia kehendaki, Dia akan menyesatkan dan memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki. Apa yang Allah kehendaki akan terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terwujud.

Yang Mahahidup, Yang tidak merasa berat untuk menjaga dan memelihara makhlukNya. Tidak memiliki sifat yang sebelumnya tidak ada, sebagaimana sifat makhluk. Dia Mahasuci untuk ditempati oleh barang baru (makhluk) atau bertempat pada barang baru, atau makhluk ada sebelum-Nya atau Dia ada sebelum makhluk. Akan tetapi hanya bisa dikatakan bahwa Dia ada, dan tidak ada sesuatu pun bersama-Nya. Sebab sebelum dan sesudah adalah suatu ungkapan yang menunjukkan waktu yang juga merupakan makhluk yang Dia ciptakan. Maka kita tidak boleh mengatakan kepada-Nya sesuatu yang Dia sendiri tidak mengatakan untuk Diri-Nya. Sebab Dia telah mengatakan untuk Diri-Nya sendiri, “Mahaawal dan Mahaakhir,” dan bukan “sebelum dan sesudah.”

Dialah Yang Maha menjaga dan melakukan segala-galanya, yang tidak pernah tidur dan kantuk, Maha memaksa yang tidak bisa ditandingi. “Tidak ada sesuatu pun seperti Dia, dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Q.S. asy-Syura:11).

Dialah yang menciptakan ‘arasy dan dijadikan sebagai batas istiwa’ (sebagaimana yang Dia kehendaki), Dialah yang menciptakan Kursi yang luasnya cukup untuk bumi dan langit, menciptakan Lauh Mahfuzh dan al-Qalam (pena) yang tinggi, Dia lakukan sebagai pencatat pada makhluk sampai Hari Kiamat dan keputusan dilaksanakan. Dia menciptakan seluruh alam tanpa ada contoh sebelumnya, menciptakan makhluk dari apa yang diciptakan mereka. Dia memberi ruh pada jasad sebagai pengaman, Dia menjadikan jasad yang diberi ruh ini sebagai khalifah di bumi, lalu Dia menundukkan seluruh apa yang ada di langit dan di bumi untuknya. Maka tidak ada yang bisa bergerak sekalipun hanya seberat atom kecuali karena-Nya dan dengan-Nya. Dia menciptakan semua itu tanpa pamrih dan tak ada yang mengharuskanNya untuk menciptakan. Akan tetapi Ilmu-Nya tentang hal itu lebih dahulu, sehingga Dia menciptakan apa yang hendak Dia ciptakan.

Dia Mahaawal dan Mahaakhir, Dia Mahalahir dan Mahabatin, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dia sangat memahami dan mengetahui segala sesuatu, Dia sanggup menghitung segala sesuatu dengan jumlah yang benar. Dia Mahatahu apa yang rahasia dan yang lebih rahasia, Dia mengetahui apa yang tidak sanggup dilihat oleh mata secara benar dan apa yang dirahasiakan oleh kalbu. Bagaimana mungkin Dia tidak tahu apa yang Dia ciptakan sendiri, “Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui [apa yang kamu lahirkan dan rahasiakan]; dan Dia Maha Halus lagi Maha mengetahui?” (Q.S. al-Mulk: 14).

Dia telah tahu segala sesuatu sebelum terwujud, kemudian Dia mewujudkannya sesuai dengan apa yang Dia ketahui. Dia senantiasa tahu tentang segala sesuatu, sementara Ilmu-Nya tidak akan bertambah (baru) ketika terjadi sesuatu yang baru dalam lingkup Ilmu-Nya. Dia menciptakan segala sesuatu secara cermat dan kokoh, Dia Mahatahu secara global dan terinci dengan mutlak. Dialah Yang Maha mengetahui hal yang gaib dan yang bisa disaksikan oleh mata, maka Mahasuci Allah dan segala apa yang disekutukan oleh orang-orang musyrik. Dia Maha melakukan terhadap apa yang Dia kehendaki. Dialah yang berkehendak untuk menciptakan apa yang terwujud di alam bumi dan langit, dimana Kekuasaan-Nya tidak bergantung dengan mewujudkan sesuatu sehingga Dia menghendakinya, sebagaimana Dia tidak akan menghendaki sesuatu sehingga Dia mengetahui. Sebab sangat mustahil Allah Swt. menghendaki sesuatu yang Dia tidak mengetahuinya, atau melakukan perbuatan yang tidak Dia kehendaki, sedangkan Dia berbuat secara bebas dan atas pilihan-Nya sendiri. Juga sangat mustahil semua kenyataan ini terwujud bukan dan Dzat Yang Mahahidup. Demikian pula akan mustahil sifat-sifat ini ada tanpa Dzat yang diberi sifat.

Maka tidak ada apa pun dalam wujud ini baik taat maupun durhaka, untung maupun rugi, merdeka maupun hamba, dingin maupun panas, hidup maupun mati, berhasil maupun gagal, siang maupun malam, lurus maupun bengkok, daratan maupun lautan, genap maupun ganjil, jauhar maupun ‘aradh, sehat maupun sakit, senang maupun susah, jasad maupun ruh, gelap maupun terang, bumi maupun langit, banyak maupun sedikit, pagi maupun sore, putih maupun hitam, sadar maupun tidur, lahir maupun batin, bergerak maupun berhenti, kering maupun basah, kulit maupun isi, baik yang berlawanan maupun yang sepadan dan mirip kecuali semuanya dikehendaki oleh Allah Swt. Lalu bagaimana tidak dikehendaki-Nya sedangkan Dia yang menciptakan? Lalu bagaimana Dia yang punya kebebasan dalam mewujudkan segala sesuatu akan menciptakan sesuatu yang bukan atas Kehendak-Nya, dimana tidak ada yang bisa menolak apa yang menjadi amarNya, tidak ada yang menuntut dan menilai kebijakan hukumNya. Dia akan memberi kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki dan akan mencabutnya kembali dari orang yang Dia kehendaki pula, Dia akan mengangkat derajat orang yang Dia kehendaki dan akan rnerendahkan orang yang Dia kehendaki, Dia akan menyesatkan dan memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki. Apa yang Allah kehendaki akan terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki maka tidak akan terwujud.

Monday, November 21, 2011

Sufi Road: Video Makam Masyaikh Naqybandi

Assalamualaikum Wr Wb
berikut adalah video ziarah yang dilakukan oleh jamaah naqsybandi ke makam2 para masyaikh naqsybandi yaitu:
1. Syeikh bahaudin nasybandi di bukhara
2. Shaykh Abdul Khaliq al-Ghujdawani
3. Sheikh Sayyid Amir Kulal of Sukhar Sharif, Bukhara
4. Shaikh Muhammad Baba as-Samasi
5. Shaykh Ali ar-Ramitani
6. Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi
7. Shaykh Khwaja Sufi Arif Ar-Riwagari
8. Salman Farsi
9. Bayazid Bustami
10. Sayyid Alauddin Al-Attar
11. Noor Muhammad Badayuni
12. Abu Ali Farmadi
13. Abul Hasan Kharqani
14. Darwaish Muhammad and khwaja Muhammad al-Amkanaki
15. Baqi Balla
16. Hazrat Mirza Mazhar Jaan-e-Jaanan Shaheed, india
17 Khawaja Yaqoob Chrkhi
Semoga Allah terus memberikan keberkahan bagi mereka dan bagi umat yang menziarahinya
..

1. Syeikh bahaudin nasybandi di bukhara


2. Shaykh Abdul Khaliq al-Ghujdawani


3. Sheikh Sayyid Amir Kulal of Sukhar Sharif, Bukhara


4. Shaikh Muhammad Baba as-Samasi


5. Shaykh Ali ar-Ramitani


6. Mahmoud al-Anjir al-Faghnawi


7. Shaykh Khwaja Sufi Arif Ar-Riwagari


8. Salman Farsi


9. Bayazid Bustami


10. Sayyid Alauddin Al-Attar


11. Noor Muhammad Badayuni


12. Abu Ali Farmadi


13. Abul Hasan Kharqani


14. Darwaish Muhammad and khwaja Muhammad al-Amkanaki


15. Baqi Balla


16. Hazrat Mirza Mazhar Jaan-e-Jaanan Shaheed, india


17 Khawaja Yaqoob Chrkhi

Saturday, November 19, 2011

Al Hikam : Hati Sumber Cahaya


Dalam tulisannya mengenai hati, Syaikh Ahmad Ibn'Athaillah mengatakan bahwa "Tempat terbitnya berbagai cahaya itu adalah hati dan rahasia-rahasianya".

Cahaya ilmu, cahaya ma'rifat dan cahaya tauhid tempat terbit dan memancarnya ada di dalam hati orang-orang yang ma'rifat dan di dalam rahasia-rahasia mereka (di dalam jiwa mereka). Cahaya-cahaya ini merupakan cahaya yang hakiki karena lebih kuat daya pancarnya daripada cahaya yang terpancar dari berbagai macam bintang.

Rasulullah saw. telah bersabda di dalam menceritakan firman Allah :
"Tidak akan memuat Aku bumi-Ku dan langit-Ku, dan bisa memuat Aku hati hamba-Ku yang beriman".

Sebagian orang-orang ma'rifat berkata : "Seandainya Allah menyingkap tempat terbit cahaya hati orang-orang yang menjadi kekasih-Nya, niscaya terlipatlah cahaya matahari dan bulan karena kuatnya cahaya hati mereka".

Asy Syadzili berkata : "Seandainya disingkap cahaya orang mukmin yang maksiat, pasti akan memenuhi seluruh langit dan bumi. Maka bagaimanakah perkiraanmu mengenai cahaya orang mukmin yang ta'at ?". Ketahuilah bahwa cahaya bulan dan matahari masih bisa terkena gerhana dan bisa terbenam. Akan tetapi cahaya hati kekasih Allah tidak mengenal adanya gerhana dan terbenam.Oleh sebab itu Syaikh Ahmad bin 'Athaillah selanjutnya berkata :
"Cahaya yang tersimpan di dalam hati sumbernya dari cahaya yang dating langsung dari berbagai gudang kegaiban".

Cahaya keyakinan yang tersimpan di dalam hati terus bertambah-tambah sinarnya yang bersumber dari cahaya yang datang dari perbendaharaan gaib.
Yaitu berupa cahaya sifat=sifat azali. Apabila Allah telah membuka sifat-sifatNya, maka bertambah-tambahlah cahaya itu yang dihasilkan dari hati para kekasih Allah. Yang demikian itu merupakan suatu petunjuk bahwa Allah telah memberi pertolongan kepada mereka.

Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata:

"Cahaya yang diperoleh dengan panca indera bisa membuka kepadamu akan semua keadaan yang terjadi (benda-benda di alam ini), sedang cahaya yang tersimpan di dalam hati bisa membuka kepadamu akan sifat-sifat Allah yang azali".

Cahaya itu ada dua macam, yaitu :

1. Cahaya yang diperoleh dengan panca indera dengan adanya sinar matahari. Maka cahaya ini bisa memperlihatkan barang-barang yang ada di alam raya dan bermacam-macam kedaan manusia. Cahaya ini bukan yang menjadi perhatian orang-orang ahli hakekat, melainkan hanya sebagai petunjuk adanya Allah Yang Maha Pencipta.

2. Cahaya yang tersimpan dalam hati yang disebut sebagai cahaya keyakinan. Cahaya inilah yang bisa membuka sifat-sifat Allah yang azali sehingga menjadi nyata dan terang. Dengan cahaya hati ini
benar-benar oarng menjadi ma'rifat kepada Allah.
Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata :
"Terkadang hati terhenti bersama-sama dengan cahaya, sebagaimana terhalangnya nafsu sebab tebalnya benda-benda (syahwat)".

Penghalang hati untuk menuju kepada Allah itu ada dua macam, yaitu :

1. Nurani, yang berupa bermacam-macam ilmu dan ma'rifat. Apabila hati berhenti padanya dan cenderung kepadanya sehingga ilmu dan ma'rifat itu dijadikan pokok tujuannya, maka dia akan terhalang untuk menuju kepada Allah.

2. Zhulmani (kegelapan), yang berupa bermacam-macam keinginan nafsu dan kebiasaan-kebiasaanya. Karena hati masih terpengaruh oleh keinginan-keinginan nafsu inilah maka dia menjadi terhalang untuk
menuju kepada Allah.

Maka hati bisa terhalang oleh berbagai macam cahaya sebagaimana nafsu bias terhalang oleh berbagai kegelapan. Sedang Allah berda di belakang itu semua.

Selanjutnya Syaikh Ahmad bin 'Athaillah berkata :

"Allah menutupi cahaya hati dengan bermacam-macam keadaan lahiriyah karena memuliakannya untuk (tidak) diberikan secara terang atau (khawatir) untuk dipanggil atasannya dengan lisan kemasyhuran".

Allah menutup hati para kekasih-Nya (para wali) sebagai rahmat-Nya kepada sekalian orang-orang yang beriman. Sebab jikalau rahasia kewalian itu terbuka kepada seseorang, pasti akan mewajibkan orang yang sudah terlahir kewaliannya.

---------------------------------------------------------------------
Syaikh Ahmad Ibn' Atahaillah dalam "Al-Hikam" Al -Ustadz Mahfudli Shaly

Sufi Road : Musawarah Burung (Mantiqu't-Thair) - 8

MUSYAWARAH BURUNG (Faraduddin Attar)

Burung-burung Berangkat
Takut dan cemas menimbulkan jerit kepiluan burung-burung itu ketika mereka memandang jalan yang tiada berulung di mana topan pembebasan dari segala yang berbau bumi membelah ruang langit. Dalam ketakutannya, mereka berdesak-desakan dan minta petunjuk pada Hudhud. Mereka berkata, "Kami tak tahu bagaimana harus menghadap Simurgh dengan hormat-takzim sepatutnya. Tetapi kau pernah hidup di dekat Sulaiman dan tahu sopan santun. Juga kau telah mendaki dan menuruni jalan ini, dan berkali-kali terbang keliling dunia. Kau imam kami, yang dapat mengikat melepaskan. Kami minta kau kini naik mimbar dan mengajar kami. Ceritakan pada kami tentang jalan itu dan tentang istana Raja serta upacara-upacara di sana, karena kami tak ingin memperlihatkan tingkah laku yang dungu. Juga segala macam kesulitan timbul dalam pikiran kami, dan untuk perjalanan ini kami perlu bebas dari kecemasan. Banyak pertanyaan yang mesti kami ajukan, dan kami ingin kau akan dapat melenyapkan keragu-raguan kami; jika tidak, kami tak akan dapat melihat dengan jelas di jalan panjang ini."

Hudhud kemudian mengenakan mahkota di kepalanya, duduk di singgasana dan bersiap diri hendak berbicara pada mereka. Ketika pasukan burung-burung berjajar di mukanya dalam barisan, Bulbul dan Perkutut mendekat, dan seperti dua pembaca dengan suara yang sama, mereka memancarkan lagu yang begitu merdu sehingga segala yang mendengar merasa terhanyut. Kemudian satu demi satu, sejumlah burung mendekat padanya untuk bicara tentang berbagai kesulitan dan menyatakan alasan-alasan mereka.

Ucapan Burung Pertama
Burung pertama berkata pada Hudhud, "O kau yang telah diangkat sebagai pemimpin, katakan pada kami apa yang membuat kau lebih dari kami. Karena tampaknya kau pun seperti kami, dan kami seperti kau pula, maka dalam hal mana letak perbedaannya? Dosa raga atau dosa jiwa manakah telah kami lakukan, maka kami bodoh sedang kau memiliki kearifan?"

Hudhud menjawab, "Ketahuilah, o burung, bahwa suatu kali kebetulan Sulaiman melihat aku; dan bahwa nasib baikku bukanlah berkat emas atau perak, tetapi karena pertemuan yang mujur ini. Bagaimana mungkin makhluk mendapat manfaat dari kepatuhan semata? Iblis sendiri pun patuh. Namun, siapa pun yang menasihatkan agar meninggalkan kepatuhan, maka kutuk akan jatuh padanya buat selamanya. Amalkan kepatuhan, maka kau akan berhasil mendapat pandang sekilas dari Sulaiman yang sejati."

Mahmud dan Penangkap Ikan
Sultan Mahmud suatu kali terpisah dari pasukannya, dan benar-benar seorang diri saja menggelepar lari di atas kudanya bagaikan angin. Tak lama kemudian dilihatnya seorang anak laki-laki kecil duduk di tepi sungai menebarkan jalanya. Sultan Mahmud mendekatinya; dan mendapati bahwa anak itu sedih dan murung, maka ia pun berkata, "Anak manis, apa yang membuat kau begitu sedih? Belum pernah kulihat orang semurung itu." "O Pangeran yang tampan," jawab anak itu, "kami ini tujuh bersaudara; kami tak berayah lagi, dan ibu kami amat miskin. Setiap hari hamba datang dan berusaha menangkap ikan buat makan. Hanya bila hamba berhasil menangkap beberapa ekor, kami akan dapat makan malam."

"Bolehkah aku mencoba?" tanya Sultan. Setelah anak itu memperbolehkan, Sultan pun menebarkan jala, yang karena ikut membantu kemujuran penebarnya, dengan cepat jala itu menarik seratus ekor ikan. Melihat itu, si anak berkata dalam hati, "Nasibku sungguh mengagumkan. Alangkah beruntungnya karena semua ikan ini berguling-guling masuk ke dalam jalaku." Tetapi Sultan berkata, "Jangan bohongi dirimu sendiri Anakku. Akulah penyebab kemujuranmu. Sultan telah menangkap semua ikan ini untukmu." Berkata demikian, Sultan pun meloncat ke atas kudanya. Anak itu mohon pada Sultan agar mengambil bagiannya, tetapi Sultan menolak, dengan mengatakan bahwa ia akan mengambil perolehan hari berikutnya. "Esok pagi, kau harus menangkap ikan untuku," katanya. Kemudian ia pun kembali ke istananya. Keesokan harinya diperintahkannya seorang perwiranya untuk mengambil anak itu. Setelah mereka tiba, diperintahkannya anak itu duduk di sisinya di atas singgasana. "Tuanku," kata seorang pegawai istana, "anak ini pengemis!" "Biarlah," jawab Sultan, "kini ia jadi kawanku. Mengingat bahwa kami telah mengikat persahabatan, tak dapat aku menyuruhnya pergi." Demikianlah Sultan memperlakukan anak itu sama dengan dirinya. Akhirnya seseorang bertanya pada anak itu, "Bagaimana halnya maka kau begitu dihormati?" Anak itu menjawab, "Kegembiraan telah datang, dan kesedihan pun berlalu, karena aku bertemu dengan raja yang berbahagia."

Mahmud dan Penebang Kayu
Di saat lain ketika Sultan Mahmud sedang berkuda seorang diri, ia berjumpa dengan pak tua penebang kayu yang sedang menuntun keledainya mengangkut semak-semak duri. Pada saat itu si keledai tersandung, dan ketika hewan itu jatuh, duri-duri pun mengelupas kulit kepala pak tua. Melihat semak-semak duri yang jatuh di tanah, keledai yang terjungkir balik dan pak tua yang menggosok-gosok kepalanya, Sultan pun bertanya, "O laki-laki malang, adakah kau membutuhkan kawan?" "Aku benar-benar membutuhkan," jawab penebang kayu itu. "Perajurit berkuda yang baik, kalau kau mau menolongku, aku akan beruntung dan kau tak akan rugi apa pun. Pandanganmu alamat baik bagiku. Semua tahu sudah bahwa orang akan menemukan rasa-persahabatan dari mereka yang berwajah ramah." Maka Sultan yang baik hati itu pun turun dan kuda, dan setelah menegakkan kaki keledai, ia pun mengangkat semak-semak duri dan mengikatkannya ke punggung hewan itu. Lalu ia berkendara pergi menggabungkan diri dengan pasukannya kembali. Katanya pada para perajuritnya, "Pak tua penebang kayu akan datang bersama seekor keledai yang mengangkut semak-semak duri. Tutuplah jalan agar ia nanti terpaksa harus lalu di mukaku." Ketika penebang kayu itu sampai ke tempat para perajurit, berkatalah ia dalam hatinya, "Bagaimana aku akan dapat lalu dengan hewan lemah ini?" Maka ia pun pergi lewat jalan lain, tetapi melihat payung kebesaran raja di jauhan ia pun mulai gemetar, karena jalan yang terpaksa harus ditempuhnya akan membawa dia berhadapan dengan Sultan. Ketika ia semakin dekat, ia diliputi kebingungan, karena di bawah payung itu dilihatnya wajah yang sudah dikenalnya. "O Tuhan," katanya, "betapa hamba dalam kesulitan! Hari ini hamba harus menghadapi Mahmud sebagai penjaga pintu hamba."

Setelah ia sampai, Mahmud berkata padanya, "Kawanku yang miskin, apa mata pencaharianmu?" Penebang kayu itu menjawab, "Tuanku sudah maklum. Janganlah berpura-pura. Tuanku tak ingat akan hamba? Hamba pak tua yang miskin, penebang kayu pekerjaan hamba; siang-malam hamba kumpulkan semak-semak duri di gurun, lalu hamba jual, namun keledai hamba mati karena lapar. Jika Tuanku berkenan, beri apalah kiranya barang sekedar roti." "Kau si miskin," kata Sultan, "Berapa akan kau jual semak-semak durimu?" Penebang kayu itu menjawab, "Karena Tuanku tak hendak mengambilnya dengan cuma-cuma, dan hamba pun tak hendak menjualnya pula, maka berilah hamba sedompet emas." Mendengar itu, para perajurit pun berseru, "Tutup mulutmu, pandir! Semak durimu itu tak ada segenggam enjelai pun harganya. Mestinya kauberikan saja cuma-cuma." Pak Tua itu berkata, "Itu memang betul, tetapi nilainya sudah berubah. Ketika seorang yang berbahagia seperti Sultan menjamah ikatan duri-duriku, maka jadilah semuanya itu berkas-berkas mawar. Kalau Sultan hendak membelinya, maka harganya paling tidak satu dinar, karena Sultan telah menaikkan nilainya seratus kali dengan menjamahnya."

Ucapan Burung Kedua
Seekor burung lain mendekati Hudhud dan berkata, "O pelindung bala tentara Sulaiman! Aku tak kuat menempuh perjalanan ini. Aku terlalu lemah untuk melintasi lembah demi lembah. Jalan begitu sulit sehingga aku akan terbaring mati pada tahap pertama. Ada gunung-gunung berapi di tengah jalan. Juga tidaklah menguntungkan bagi setiap orang untuk ikut serta dalam usaha demikian. Ribuan kepala telah bergulingan bagai bola dalam permainan polo, karena telah banyak yang tewas mereka yang pergi mencari Simurgh. Di jalan semacam itu, banyak makhluk yang tulus menyembunyikan kepala karena takut, bagaimana jadinya diriku nanti, yang tak lain dari debu? "

Hudhud menjawab, "O kau yang berwajah muram! Mengapa hatimu begitu sedih? Karena begitu kecil artimu di dunia ini, maka tak ada bedanya apakah kau muda dan berani atau tua dan lemah. Dunia benar-benar kotor; makhluk-makhluk binasa di sana pada setiap pintu. Beribu-ribu yang jadi kuning bagai sutera, dan binasa di tengah airmata dan derita. Lebih baik mengurbankan hidupmu dalam mencari ketimbang merana sengsara. Andaikan kita tak akan berhasil, tetapi mati karena sedih, yah, jauh lebih parah lagi, namun karena banyak kesalahan di dunia ini, kita setidak-tidaknya akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan-kesalahan baru. Ribuan makhluk dengan cerdiknya menyibukkan diri dalam usaha mencari jasad mati dunia ini; maka, bila kau abdikan dirimu dalam usaha ini, terlebih lagi dengan tipu daya, akan dapatkah kau menjadikan hatimu lautan cinta! Ada yang mengatakan bahwa keinginan akan apa yang bersifat ruhani hanya kesombongan, dan bahwa bukan hanya yang beruntung akan dapat mencapainya. Tetapi tidakkah lebih baik mengurbankan hidup kita dalam mengejar nasrat ini ketimbang terikat dengan urusan duniawi? Telah kulihat segalanya dan telah kulakukan segalanya, dan tak ada apa pun yang menggoncangkan kesimpulanku. Lama aku harus berurusan dengan orang-orang dan telah kulihat betapa sedikit mereka yang benar-benar tak terikat pada kekayaan. Selama kita tak mempertaruhkan diri kita sendiri, dan selama kita terikat pada seseorang atau sesuatu, kita tak akan bebas. Jalan ruhani tidak teruntuk bagi mereka yang terliput dalam kehidupan lahiriah. Tapakkan kakimu di Jalan ini bila kau dapat berbuat, dan jangan bersenang hati dengan upaya yang hanya layak bagi betina. Ketahuilah sungguh-sungguh, bahwa seandainya pun pencarian ini tak bersifat saleh, namun masih tetap perlu dilaksanakan. Tentu saja, ini tak gampang; di pohon cinta, buah itu tak berdaun. Katakan pada siapa yang memiliki daun-daun agar melepaskan semua itu.

Bila cinta menguasai kita, ia membangkitkan hati kita, mencemplungkan kita dalam darah, memaksa kita bersujud di luar tirai; ia tak memberi kita istirahat sejenak pun; ia membunuh kita, namun masih tetap menuntut harga darah. Ia mereguk air luh1 dan makan roti yang beragikan dukacita; tetapi meskipun kita lebih lemah dari seekor semut, cinta akan memberi kita kekuatan."

Cerita Kecil tentang Seorang Perenung
Seorang gila, yang gila akan Tuhan, pergi dengan bertelanjang ketika orang-orang lain pergi dengan berpakaian. Ia berkata, "O Tuhan, beri hamba pakaian yang indah, maka hamba pun akan puas seperti orang-orang lain." Sebuah suara dari dunia gaib menjawabnya, "Telah kuberikan padamu matahari yang hangat, duduklah dan bersuka-sukalah dalam kehangatan matahari itu." Si gila berkata "Mengapa menghukum hamba? Tak punyakah Tuan pakaian yang lebih baik dari matahari?" Suara itu pun berkata, "Tunggulah dengan sabar selama sepuluh hari, dan tanpa ribut-ribut akan kuberikan padamu pakaian lain." Matahari menghanguskan si gila itu selama delapan hari; kemudian seorang miskin datang mendekati dan memberinya sehelai pakaian yang bertambal seribu. Si gila berkata pada Tuhan, "O Tuan yang mengetahui segala apa yang tersembunyi, mengapa telah Tuan berikan pada hamba pakaian yang bertambal-tambal ini? Adakah telah Tuan bakar sekalian pakaian Tuan dan harus menambal pakaian usang ini? Tuan telah menyambung-nyambung seribu pakaian. Dari siapa Tuan mempelajari seni ini?"

Tidaklah mudah berhubungan dengan istana Tuhan. Orang harus menjadi bagai debu di jalan yang menuju ke sana. Setelah pergulatan yang lama ia mengira telah mencapai tujuannya hanya karena mengetahui bahwa tujuan itu masih harus dicapai.

Cerita tentang Rabi'ah
Rabi'ah, meskipun seorang wanita, namun merupakan mahkota laki-laki. Sekali ia mempergunakan waktunya delapan tahun untuk pergi haji ke Ka,bah dengan mengingsutkan panjang badannya di tanah. Ketika akhirnya ia sampai ke pintu rumah suci itu, ia berpikir, "Kini akhirnya telah kutunaikan kewajibanku." Pada hari suci ketika ia hendak menghadapkan diri ke Ka'bah, perempuan-perempuan pengiringnya meninggalkannya. Maka Rabi'ah pun menyelusuri jejaknya semula dan berkata, "O Tuhan yang memiliki seri keagungan, delapan tahun lamanya hamba telah mengukur jalan dengan panjang badan hamba, dan kini, ketika hari yang dirindukan itu telah tiba sebagai jawaban atas doa-doa hamba, Tuan letakkan duri-duri di jalan hamba!"

Untuk memahami arti peristiwa demikian2 perlu pula mengetahui seorang pencinta Tuhan seperti Rabi'ah itu. Selama kau terapung-apung di lautan dunia yang dalam, ombak-ombaknya akan menerima dan menolakmu berganti-ganti. Kadang-kadang kau akan diperkenankan sampai ke Ka'bah, kadang-kadang pula kau akan menarik nafas panjang (karena kecewa) berada di sebuah kuil. Jika kau berhasil menarik diri dari keterikatan dengan dunia ini, kau akan menikmati kebahagiaan; tetapi jika kau tinggal terikat, kepalamu akan berpusing-pusing bagai batu giling pada perkakas penggiling. Tidak sejenak pun kau akan tenang; kau akan terganggu oleh seekor nyamuk saja pun.

Si Penggila Tuhan
Sudah menjadi kebiasaan seorang laki-laki miskin yang gandrung dengan Tuhan untuk berdiri di suatu tempat tertentu. Dan suatu hari seorang raja Mesir yang sering lalu di mukanya dengan orang-orang istana yang menjadi pengiringnya, berhenti dan berkata, "Kulihat dalam dirimu sifat tenang dan santai yang cukup menarik." Si gila itu menjawab, "Bagaimana hamba akan tenang kalau hamba menjadi sasaran lalat dan kutu anjing? Sepanjang siang lalat-lalat menyiksa hamba, dan malam hari kutu-kutu anjing tak membiarkan hamba tidur. Seekor lalat kecil saja yang masuk ke telinga Nimrod mengganggu benak si gila itu berabad-abad. Mungkin hamba Nimrod zaman ini sebab hamba harus berurusan dengan sahabat-sahabat hamba, lalat-lalat dan kutu-kutu anjing itu."
.. Bersambung